Kamis, Agustus 29, 2013

Bung Karno, Ahmadinejad, dan Ideologi

PDIP.kabmalang.com -
Bung Karno, Ahmadinejad, dan Ideologi Kesederhanaan
Bung KarnoKE-Dua pemimpin itu hidup di era berbeda, Bung Karno dan Mahmud Ahmadinejad. Tapi, keduanya memiliki karakter kepemimpinan yang sama: Berani menantang secara terbuka dominasi Dunia Barat, penganut pola hidup sederhana, jauh dari sikap dan perilaku hedonism, dan bukan tipe pemimpin yang gandrung mengumpulkan harta benda dengan cara menggarong uang rakyat dan negara yang dipimpinnya.
Bung Karno itu proklamator kemerdekaan RI dan tokoh penting Benua Asia yang berjuang keras mengakhiri imperialisme dan kolonialisme Barat di negara-negara Asia. Bung Karno penggagas Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung yang monumental itu. Bung Karno juga inspirator dan penggerak gerakan Non BLok bersama Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, dan banyak tokoh Asia lain.
Bung Karno memang beberapa kali masuk penjara dan berstatus tahanan rumah. Dia pernah ditahan di penjara Sukamiskin Bandung karena pidato politiknya yang menyerang pemerintahan Kolonial Belanda. Pernah dibuang ke Pulau Ende dan Digul (Papua). Itu semata-mata karena kiprah dan gerakan politik Bung Karno untuk memerdekakan bangsanya.
Idem dito dengan Ahmadinejad. Dia sekarang jadi simbol perlawanan dunia Tumur terhadap dunia Barat. Sikap dan kebijakan politik Ahmadinejad sangat keras terhadap negara-negara Barat. Iran di bawah kepemimpinannya adalah Iran yang berdaulat, terhormat, dan disegani banyak negara berkembang lain, karena sikap politiknya yang tak mau membebek negara- negara maju (Barat).
Leadership skill Ahmadinejad diapresiasi tinggi rakyatnya, sehingga mantan walikota Teheran itu terpilih sebagai presiden baru Iran 2 periode setelah menjabat sekitar 2 tahun walikota Teheran. Kesederhanaan Ahmadinejad tak hanya bisa dilihat dari cara dia berpakaian dan berpenampilan. Kesederhanaan itu tergambar ketika dia memperlakukan keluarga besarnya.
Tak ada fasilitas negara yang dia gunakan saat ada kegiatan keluarga yang tidak ada hubungannya dengan urusan negara. Fakta itu tergambar nyata beberapa bulan lalu di tahun 2011. Saat pernikahan putra kedua Presiden Ahmadinejad bernama Alireza Ahmadinejad dengan keponakan Syahid Kaveh, resepsi pernikahan Alireza sangat jauh dari kemewahan dan gemerlapan.
Mengutip Liputan6.com, seorang blogger bernama Javad Matin, yang juga merupakan salah satu undangan keluarga Ahmadinejad, menulis pengalamannya menghadiri pernikahan sederhana itu. Menurut Matin, kesederhanaan terasa di mana-mana dalam pesta tersebut. Terbukti dari cara tamu dijamu. Hal ini juga bisa dilihat dari mobil yang digunakan untuk mengantar pengantin dan jumlah tamu undangan yang tidak lebih dari 200 orang.
Acara dibuka dengan pengajian yang dilakukan di halaman belakang Beyt atau Istana Kepresidenan. Acara pun dilanjutkan dengan makan malam bersama pengantin pria di ruangan utama bangunan itu dan diakhiri dengan berdoa bersama demi kelanggengan rumah tangga Alireza dan istrinya. Pernikahan itu hanya menelan biaya 3,5 juta Toman atau sekitar Rp 30 juta.
Padahal, Iran adalah negara kaya dan tingkat kemakmuran rakyatnya jauh lebih tinggi dibanding rakyat Indonesia. Sekadar gambaran, ekspor minyak Iran di tahun 2011 ini mencapai 3,92 juta barel per hari. Cadangan minyak Iran, sebagai produsen minyak mentah kelima terbesar dunia, mencapai 155 miliar barrel.
Bandingkan dengan Indonesia yang tingkat produksi minyaknya tahun 2011 ini tidak sampai 930 ribu barel per hari. Jumlah penduduk Indonesia sangat- sangat jauh lebih besar dibandingkan jumlah penduduk Iran. Sehingga berdasar kalkulasi sederhana berpedoman dari penerimaan negara dari minyak, sangat jelas kas negara Iran jauh lebih banyak dibanding Indonesia. Pemanfaatan keuangan negara untuk kepentingan kemakmuran rakyat Iran jauh lebih besar probabilitasnya dibanding rakyat Indonesia.
Potret kesederhanaan itu juga tergambar pada Bung Karno dalam banyak perspektif. Sebagaimana dikatakan politikus Partai Golkar, Bambang Soesatyo sebagaimana dikutip Tribunnews, pada tahun 1969, Soekarno di tengah sakit ginjalnya yang parah, menghadiri pernikahan anaknya Rahmawati Soekarnoputri dengan Martomo Pariatman Marzuki atau Tommy.
Pernikahan itu jauh dari kemewahan, dalam kondisi yang amat prihatin. Pernikahan cukup berlangsung di rumah Ibu Fatmawati di Jalan Sriwijaya, Kebayoran, Jakarta Selatan. Bung Hatta datang ke pernikahan itu dan memberi selamat kepada Rahma. Tiba-tiba terbuka pintu dan ada beberapa tentara. Di antara kerumunan tentara itu ada Bung Karno yang memakai jas hitam agak kedodoran dengan muka bengkak-bengkak.
Tentu saja semua mata tertuju ke Bung Karno, proklamator kemerdekaan RI yang baru saja dilengserkan dari jabatannya sebagai presiden dalam SI MPRS. Hatta mengusap air mata dan tersedu-sedu melihat Soekarno. Fatmawati langsung berlari dan menciumi suaminya itu. Demikian pula anak Soekarno yang lain. Tak ada gambaran bahwa saat itu adalah pernikahan anak mantan presiden RI pertama, pernikahan anak bapak pendiri bangsa, pernikahan anak yang bapaknya keluar masuk penjara berkali-kali karena ingin bangsa dan negaranya merdeka, pernikahan anak yang bapaknya sepanjang hidupnya diabdikan 100% untuk bangsa dan rakyatnya.
Pernikahan Rahmawati-Martomo Pariatman Marzuki, kata Bambang Soesetyo, adalah satu-satunya acara pernikahan Bung Karno untuk anaknya yang ia hadiri. Itu adalah tragedi memilukan dari seorang yang mendirikan bangsa ini. Pernikahan itu berlangsung khikmad dan sangat sederhana. Pernikahan itu sungguh sepi dari pernak-pernik adat dan budaya lokal yang kerapkali mewarnai pernikahan agung anak penguasa dan penggede negara. [air]
Sumber: Berita Jatim
Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.

www.MestiMoco.com
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Ada Komentar???? untuk PDI Perjuangan Kabupaten Malang

Arsip Blog