Rabu, September 29, 2010

Risma Wali Kota Perempuan Pertama Surabaya

PPartai.mestimoco.com - SURABAYA - Sejarah baru terjadi di Surabaya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah kota itu, dipimpin oleh wali kota perempuan: Tri Rismaharini. Kemarin (28/9), Risma (panggilan akrab Tri Rismaharini) dilantik Gubernur Jatim Soekarwo bersama wakilnya, Bambang Dwi Hartono di gedung DPRD Surabaya.

Gubernur yang melantik mereka atas nama presiden itu menyampaikan banyak hal kepada Risma dan Bambang. Selain meminta mereka akur selama lima tahun ke depan, Soekarwo ingin Risma dan Bambang segera merealisasikan janji-janji kampanye. "Yakni, menuju Surabaya yang lebih baik sebagai kota perdagangan dan jasa yang cerdas serta manusiawi. Itu misi luar biasa dan bagus. Saya sepakat," ujar Soekarwo.

Dia juga berpesan agar Risma dan Bambang mengentas pengangguran. "Kunci dalam mengatasi pengangguran adalah menarik sebanyak-banyaknya orang untuk berinvestasi di Surabaya," ucap dia. Harapannya, investasi tersebut membuka peluang usaha. Dengan begitu, tenaga kerja akan terserap dalam skala besar.

Untuk merealisasikan itu semua, Surabaya harus kondusif. Karena itu, Soekarwo menyarankan pemerintahan Risma bisa menggandeng semua pihak.

Setelah pelantikan, satu per satu undangan mengucapkan selamat kepada Risma dan Bambang. Risma didampingi suaminya, Djoko Saptoadji, dan Bambang ditemani istrinya, Dyah Katarina. Bagio Fandi Sutadi dan Arif Afandi, rival Risma dan Bambang dalam pilwali, juga hadir di acara pelantikan tersebut.

Sutadi mengatakan, kepemimpinan Risma dan Bambang telah dinanti masyarakat luas. "Saya percaya bahwa Bu Risma dan Pak Bambang adalah pemimpin yang amanah dan mumpuni," tutur dia. Penilaian itu, menurut dia, tidak subjektif. Pertimbangan dia, Risma dan Bambang selama duduk di kursi birokrasi telah teruji. Pengalaman itu pula, papar dia, yang akan mempermudah Risma dan Bambang untuk langsung bekerja. "Tanpa harus menyesuaikan diri," ungkap dia.

Risma pernah menjabat kepala bappeko. Sementara itu, Bambang teruji sebagai wali kota. Mereka, jelas Sutadi, bisa langsung tancap gas. Salah satu harapan Sutadi, pemerintahan Risma memberikan perhatian kepada polemik Pasar Turi. Selain itu, pengerjaan berbagai proyek yang tertunda layak memperoleh perhatian.

Sementara itu, rival lain, Fitradjaja, berharap Risma dan Bambang tidak melupakan warga. Karena itu, setiap kebijakan yang dibuat harus prowarga. "Mereka harus sadar bahwa yang memilih adalah rakyat. Karena itu, jangan sampai mereka diabaikan," ucap dia.

Kendati Risma memiliki program penataan pedagang kaki lima (PKL), Fitra berharap pemkot tak main gusur. "Harus ada solusi yang tepat untuk mereka," terang dia.

Sementara itu, setelah pelantikan, Risma langsung tancap gas. Berbagai agenda acara langsung dikerjakan. Setelah dilantik di gedung DPRD Surabaya, Risma langsung menuju Graha Sawunggaling, pemkot. Dia menghadiri pelantikan ketua tim penggerak PKK dan ketua Dekranasda Surabaya.

Setelah itu, Risma menuju rumah dinasnya di Jalan Sedap Malam, persis di samping kantor pemkot. Di sana, para tamu dari berbagai kalangan sudah menanti. Ada gubernur Jatim, kalangan DPRD Surabaya maupun Jatim dan parpol, camat, lurah, pegawai, serta warga. Semua ingin mengucapkan selamat atas dilantiknya Risma sebagai pemimpin Surabaya untuk masa bakti 2010-2015. Setelah itu, Risma melakukan kegiatan dan kunjungan ke berbagai pihak. (kit/c11/nw)

Sumber berita : Jawapos.co.id

Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.

www.MestiMoco.com
Share:

Selasa, September 28, 2010

Bung Hatta: Pancasila Harus Dipegang Teguh

MestiMoco.com - Perlulah saya uraikan sepintas tentang isi dan inti dari Pancasila itu.*)
Pancasila artinya 5 dasar untuk pedoman menyusun negara, yaitu
1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
2. Perikemanusiaan ;
3. Kebangsaan;
4. Kedaulatan Rakyat;
5. Keadilan Sosial.

Isi dari dasar Ketuhanan Yang Maha Esa ialah mengakui suatu kekuasaan di atas manusia. Dasar ini oleh semua golongan bisa dipakai menurut agamanya masing-masing. Masing-masing golongan bisa memahami arti Ketuhanan Yang Maha Esa itu menurut paham agamanya. Tetapi, nyatalah bahwa inti dari Ketuhanan Yang Maha Esa itu ialah penghargaan manusia sebagai makhluk Tuhan. Jikalau di antara manusia dengan manusia tidak ada harga menghargai, maka tidak bisa dicapai suatu susunan dunia. Di antara manusia ada yang kaya ada yang iniskin, ada yang berbeda kecakapannya, ada yang bodoh ada yang pintar, tetapi sebagai manusia makhluk Tuhan ia dipandang sama.

Selain dari persaudaraan antara manusia dengan manusia, juga supaya dunia yang terganggu dengan perang bisa terhindar dari bencana. Itulah tujuan dari segala agama. Dan juga menjadi tujuan dari semua ideologi yang berdasar sosialisme.

Selain dari itu pada bagian ketiga kita harus menyelenggarakan persahabatan antara bangsa dengan bangsa. lni penting sekali untuk masa yang akan datang, untuk mencapai dunia yang berdasarkan perdamaian yang kekal. Perang pada waktu ini semakin hari semakin hebat. Dulu yang mati di dalam peperangan hanyalah prajurit; yang berada di kota-kota selamat, malahan dalam hukum internasional pada abad yang lalu diadakan peraturan untuk melindungi penduduk sipil dengan mengadakan peraturan kota terbuka, yang tidak boleh ditembaki. Tetapi dalam Perang Dunia I tahun 1914 dasar ini sudah dilanggar dan malahan pada Perang Dunia II orang tidak merasa aman lagi. Orang menggali lubang dan hidup di dalam lubang, takut tertimpa hujan bom. Dengan timbulnya kapal udara, bahaya perang semakin hebat, seolah-olah manusia kembali ke abad belakang, mencari lubang untuk perlindungan diri. Sekarang dengan adanya atom orang merasa lebih lebih tidak aman lagi. Atom bisa menjalar sampai ke lubang-lubang dan ini berarti di dalam kota pun orang akan tidak merasa aman lagi. Inilah akibat dari peperangan sekarang. Jikalau kita lihat perang Korea sekarang akan tampak berapa banyak kota yang binasa, berpuluh juta yang tewas, sedang di antara yang tewas banyak pula rakyat biasa daripada mereka yang tewas di medan perang.

Keganasan peperangan sekarang ini menuntut kita menyelenggarakan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Inilah pedoman kita untuk menjalankan politik luar negeri di atas dasar, harga-menghargai. Jikalau hanya kita yang berjuang ke jurusan ini, sedangkan bangsa-bangsa lain tidak turut serta, maka cita-cita ini tidak akan tercapai.

Tapi bagaimanapun itulah cita-cita kita, itulah dasar hidup kita, harga menghargai.

Jikalau ada suatu bangsa yang mau menghina kita, kita tidak ingin bersahabat dengan dia. Kita hanya bersahabat jikalau ada saling harga menghargai.

Kedua, selain dari Ketuhanan Yang Maha Esa, kita menuntut pula penghargaan manusia sebagai makhluk. Kita harus pula menjalankan segala usaha dengan kesucian hati dan perbuatan. Kalau tidak maka kita tidak sanggup memimpin negara kita ke jalan kemajuan. Ini juga adalah kelanjutan dari dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dasar yang kedua ialah dasar Perikemanusiaan. Dasar Perikemanusiaan ini tidak lain dari penyelenggaraan dan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di dalam prakteknya selain dari itu kita juga mencapai perhubungan antara manusia dengan manusia, umpamanya perhubungan antara majikan dengan buruh. Kita tidak bisa mengizinkan suatu hubungan yang berdasarkan perbudakan. Ini tidak saja mengenai majikan asing, tetapi juga antara kita sama kita. Kita mengingini penghargaan terhadap buruh sebagai seorang manusia.

Selain dari itu hubungan antara kapital dengan buruh yang nanti akan saya bentangkan lebih jauh. Pokoknya di dalam hubungan antara kapital dengan buruh kita harus menyelenggarakan dan mencapai perikemanusiaan, supaya penghidupan buruh semakin hari semakin baik.

Dasar yang ketiga ialah Kebangsaan. Yang pertama kali ialah pengakuan bahwa kita adalah bangsa yang satu. Saudara-saudara barangkali masih ingat dengan janji dan sumpah pemuda pada tahun 1928 yang mengakui bahwa kita hanya berbangsa satu yaitu bangsa Indonesia, bertanah air satu tanah air Indonesia, berbahasa satu yaitu bahasa persatuan Indonesia Inilah yang kita selenggarakan di dalam proklamasi. Negara kita bukanlah negara yang berpecah-pecah. Tentang susunan ke dalam kita bisa bertukar pendapat, ada yang menganggap susunan federasilah yang baik dan ada yang menganggap negara kesatuanlah yang terbaik. Tetapi bagaimanapun, dalam menghadap ke luar kita tetap satu. Dasar persatuan kebangsaan harus diselenggarakan, karena kita tidak mau diadu-domba.

Kita hanya satu bangsa, satu tanah air. Inilah kelanjutan dari dasar kebangsaan.

Selanjutnya negara kita adalah negara nasional, bukan negara internasional. Dan kita harus mempertahankan dasar ini, yang akan memberikan kedaulatan di tangan rakyat kita sendiri. Kalau kita mengakui negara kita ini negara internasional, maka kedaulatan tidak berada di tangan rakyat, tetapi berada di tangan orang, organisasi atau negara di luar kita. Dasar dari kebangsaan ini ialah satu pengakuan bahwa negara kita ini adalah negara nasional, yang menentang semua ideologi yang akan membawa penjajahan asing, penjajahan yang datangnya dari ideologi penjajahan dari satu negara atau penjajahan dari satu bangsa. Kita harus mengakui adanya kedaulatan di tangan negara kita. Hal ini saya tegaskan supaya kita dapat memelihara tanah pusaka, supaya kemerdekaan kita kekal.

Memang ada aliran, yang mau menaklukkan kita ke dalam kekuasaan asing. lni mesti kita tentang. Kita sudah berjuang mati-matian untuk melepaskan diri dari penjajahan Belanda, dan kita tidak ingin dijajah kembali, walau di mana pun juga pusatnya penjajahan itu.

Dasar yang keempat ialah Kerakyatan atau kedaulatan rakyat yang sering dikatakan demokrasi. Demokrasi adalah dasar dari cita- cita rakyat. Untuk menyelenggarakan cita-cita itu kita mengadakan pemerintahan negara yang berdasarkan parlemen yang dipilih dari waktu ke waktu, supaya rakyat bisa mengkontrolnya. Jikalau anggota parlemen diangkat seumur hidup, terhadap dia tidak ada kontrol. Waktu dilakukan pemilihan ia mau memberikan janji-janji yang muluk. Untuk mengoreksi pekerjaan anggota parlemen, maka diadakan sistem pemilihan sewaktu-waktu. Pada tiap negara demokrasi dapat dilihat adanya sistem pemilihan sewaktu-waktu supaya rakyat bisa memutuskan tentang siapa yang akan diutus duduk di dalam parlemen.


Pemerintah juga terdiri dari golongan yang terbanyak dalam parlemen. Memang da- sar ini belum sempurna kita selenggarakan. Demokrasi kita baru tumbuh. Dalam penja- jahan asing kita belum mempunyai demokrasi, dan kita baru mencoba menum- buhkan demokrasi. Untuk mencapai jalan yang sebaik-baiknya dapat diselenggarakan, jikalau kita mempunyai rasa tanggungjawab atas diri sendiri, karena kelanjutan atau syarat, dari demokrasi pada rakyat harus diletakkan rasa tanggung jawab untuk tidak mengutus siapa-siapa saja yang dapat memberikan janji-janji yang baik. Pemerintah demokrasi ialah pemerintah yang bertanggung jawab terhadap DPR dan DPR bertang- gung jawab pula kepada rakyat. Adalah kewajiban bagi kita untuk mempertebal rasa tanggung jawab ini antara satu sama lainnya, untuk menyelenggarakan demokrasi yang sebaik-baiknya.

Sistem otonomi adalah penyelenggaraan sistem pemerintahan rakyat dengan mendekatkan pertanggungan jawab kepada rakyat. Jikalau di pusat saja diadakan demokrasi, maka kontrol dari rakyat jauh sekali dan tidak langsung.

Juga di dalam menyelenggarakan ini terdapat kesulitan dan entah berapa lama lagi kita harus menyusun negara kita supaya demokrasi berjalan baik. Jikalau terlalu banyak tingkatan demokrasi akan timbul kekacauan. Untuk sementara kita mengambil 4 tingkat, yaitu pusat, pemerintahan provinsi, pemerintahan kabupaten dan pemerintahan desa. Demokrasi yang lebih dekat kepada rakyat ialah dalam pemerintahan desa. Di dalam pemerintahan desa, hampir seluruh orang desa dapat memutuskan apa yang baik bagi mereka. Di dalam mengadakan 4 tingkat demokrasi ini usaha kita berlain-lainan. Umpamanya perundingan di desa mengenai semata-mata kepentingan desa membicarakan pembikinan tempat mandi, membersihkan saluransaluran air dan memberikan hak-hak otonomi bagi yang bisa diurus dalam lingkungan yang lebih kecil.

Pemerintahan desa bukanlah tempatnya mempersoalkan apakah Indonesia masuk ke dalam UNO atau tidak. Ini perlu sekali diperhatikan, karena pernah pada tahun 1947 ketika saya mengelilingi Sumatra Timur desa desa ikut memperbincangkan soal Linggarjati. Politik luar negeri tempatnya adalah di parlemen.

Pada waktu ini kita belum mempunyai undang-undang dan peraturan yang membagi kekuasaan masing-masing. Sedikit hari lagi tentu ada peraturan pembagian kekuasaan, supaya betul-betul rakyat melakukan pemerintahan sendiri untuk mengatur kepentingan sendiri.

Pusat otonomi kita nanti terletak di kabupaten. Sedangkan provinsi adalah badan yang mengkoordinasikan otonomi yang berada dalam lingkungannya. Besar pengharapan saya, supaya Saudara-saudara yang terpandang sebagai pemimpin rakyat maupun di dalam jabatan atau organisasi, supaya mematangkan rakyat dan merasakan tanggung jawab yang besar ini. Jikalau tidak dirasakan tanggung jawab ini, maka segala badan yang didirikan tidak akan berhasil. Inilah tujuan kerakyatan kita.

Demokrasi kita baru tumbuh, karena kita masih belum bisa meletakkan dasar kepartaian semata-mata. Misalnya tentang kabinet Natsir, yang tidak dapat kita namakan apakah kabinet parlementer, karena tidak semua aliran dari golongan-golongan yang ada di dalam parlemen duduk di dalamnya. Juga apakah ia dapat dinamakan zaken kabinet, karena di dalam zaken kabinet, kepartaian tidak perlu diperhatikan.

Ada yang mengatakan ekstra parlementer kabinet, dan bagi saya inilah yang lebih dekat. Kabinet yang disebut ekstra parlementer kabinet adalah bertanggung jawab kepada parlemen, tetapi susunan orangnya tidak langsung dari anggota-anggota yang terkemuka dari partai-partai. Mungkin susunan pemerintahan sekarang ini dapat dikatakan ekstra parlementer kabinet, karena kabinet dibentuk di atas perembukan partai-partai yang menyusunnya. Sudah nyata bahwa masih tidak sesuai 100 persen dengan kabinet parlementer, karena pada umumnya kepartaian belum lagi mendalam di kalangan rakyat dan belum mempunyai ahli-ahli yang cakap yang terkenal politisi. Di Inggris semua yang duduk di dalam parlemen adalah orang-orang ahIi. Tetapi intelektual kita belum begitu maju, sehingga partai-partai belum ada yang mempunyai ahli di dalam lapangan sosial, di lapangan keuangan, pengajaran dan lain-lain. SebaIiknya yang mempunyai keahlian tidak mempunyai partai, demikian menurut kebanyakannya, sehingga sukar bagi seorang perdana menteri memilih susunan kabinet dari semua partai.

Di Inggris, Ernest Bevin, bukanlah seorang ahli, tetapi ia seorang yang kuat di dalam partai. Tidak begitu sulitnya karena departemen-departemen di Inggris telah lengkap dan dapat berjalan. Di Prancis kontak antara menteri dengan parlemen sangat sedikit, karena kabinetnya sering sekali berubah-ubah. Ada umur kementerian yang hanya 3 hari, ada yang sampai 1 bulan dan malahan sebelum Perang Dunia II ada dewan kementerian yang berumur 1 hari. Sudah teranglah dengan berubah-ubahnya susunan kabinet itu, jikalau semua kementerian bergantung pada menteri, pekerjaan kementerian tidak akan berjalan. Dalam keadaan yang seperti itu kekuasaan pegawai sangat besar. Menteri hanyalah memberikan beleid umum yang menjadi dasarnya kementerian-kementerian. Dalam pimpinan harian, kabinet tidak banyak turut mencampuri.

Dalam kehidupan sekarang ini tuntutan terhadap menteri sangat sulit, karena kita baru bekerja dengan pegawai-pegawai yang tidak cukup. Tidak heran jikalau pegawai tinggi dalam kementerian terpaksa mengalami overwerk (artinya kerja lembur), terpaksa pulang membawa map untuk mengerjakan yang tidak bisa dikerjakan di kantor, sehingga menteri-menteri pada umumnya kekurangan waktu. Jadi jikalau ada menteri yang overwerk atau beristirahat, itu bukanlah ganjil. Sebagai akibat kekurangan tenaga maka banyak soal yang harus diurus sendiri oleh menteri, sehingga menteri-menteri kita dituntut pula harus mempunyai keahlian. Kita terpaksa pula mempergunakan tenaga asing yang tentunya memakan biaya yang besar, karena mereka tidak mau dibayar menurut schaal kita.

Sekarang nyatalah bagi Saudara-saudara bahwa untuk menjalankan demokrasi haruslah dengan mempertebal tanggung jawab di dalam diri sendiri. Dan yang paling penting ialah di dalam segala usaha haruslah ada kejujuran. Jangan hanya mencari kemenangan dengan menegakkan benang basah, jangan melakukan oposisi saja, tetapi maunya secara gentleman. lnilah yang mesti kita selenggarakan, yaitu politik yang berdasar kejujuran dan kesucian. Kalau tidak pemerintahan demokrasi kita akan menjadi anarki.

Tidak sembarang orang yang bisa menjadi seorang politikus. Seorang profesor yang pintar umpamanya, masih belum tentu dapat menjadi seorang politikus. Politikus menuntut adanya kecakapan yang tersendiri. Dan sebaliknya ada orang dapat menjadi seorang staatsman, karena staatsman menghendaki tuntutan yang lain pula. Seorang politikus bisa memperjuangkan cita-cita yang menjadi prinsipnya di dalam parlemen
secara setajam-tajamnya. Tetapi sebaliknya seorang staatsman tidak boleh berbuat seperti itu. Kita umpamakan jikalau satu partai yang menjalankan pemerintahan, ia tidak boleh menjalankan pemerintahan itu menurut prinsipnya sendiri. Contoh seperti ini dapat dilihat dengan Labour Party di Inggris.

Jikalau sebagai pemerintah sekarang dipakai main prinsip-prinsipan maka pada pemerintahan yang akan datang dasar yang dipakai sekarang ini terpaksa diubah. Pemerintah di dalam dasarnya sering mengambil jalan tengah.

Selain dari itu tuntutan terhadap pegawai berlainan pula, karena tuntutan yang terpenting bagi seorang pegawai ialah keahlian. Pegawai harus mendapat kesempatan mengerjakan keputusan-keputusan yang telah diambil oleh pemerintah. Untuk dijadikan seorang pegawai ada tuntutan yang istimewa, yaitu mempunyai kecakapan di dalam pekerjaannya sendiri. Tidak sembarang orang yang bisa mengepalai rumah sakit, atau mendatangkan kemakmuran umpamanya, karena ia menghendaki pengetahuan di dalam bagiannya masing-masing. Dan pula sebaliknya tidak semua pegawai yang cakap bisa menjadi seorang staatsman atau politikus.

Sebab itulah salah sekali jikalau seorang pegawai yang cakap di dalam jabatannya lalu diambil menjadi menteri, sedangkan kehidupan seorang menteri adalah tidak kekal. Sesudah habis ia menjadi menteri maka pekerjaannya akan terlantar. Dalam menuruti tiga kategori ini, kita harus memilih yang sebaik-baiknya dan mengambil perbedaan yang jelas dari padanya. Kita di dalam hal ini banyak sekali telah berbuat kesalahan, sehingga ada terjadi seorang pegawai yang ahli dijadikan menteri. Kejadian ini adalah juga sebagai lanjutan dari tuntutan demokrasi kita.

Dasar yang kelima ialah Keadilan Sosial. Supaya di dalam masyarakat kita ini kita mencapai suatu masyarakat yang mempunyai keadilan sosial, terutama haruslah kita mencapai demokrasi di dalam ekonomi. Kita harus menyelenggarakan supaya di dalam perusahaan-perusahaan buruh mendapat kedudukan yang pantas sesuai dengan pekerjaannya. Selain dari itu kita harus pula menyebarkan pengetahuan kebudayaan yang seluas-luasnya di kalangan rakyat, sehingga rakyat mempunyai kultur, supaya kultur itu tidak terbatas pada kaum intelektual dan supaya rakyat yang berada di gunung dan pelosok desa pada satu kali dapat mengecap listrik dan radio. Ke puncak gunung yang paling tinggi di mana ada hidup rakyat kita, hendaknya dapat dialirkan kecerdasan manusia. Cita-cita ini pada satu kali mesti tercapai.

Selain dari itu suatu jaminan sosial terhadap buruh, penghidupan buruh, harus terpelihara pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Jaminan sosial ini sudah menjadi dasar internasional dan sudah disempurnakan di negara-negara yang modern, yaitu buruh bergantung dengan upahnya, menyimpan satu atau setengah persen dari pendapatannya pada tiap bulan, dan majikan memikul sebagiannya yang akan menghasilkan fonds pensiun bagi buruh tadi. Jaminan sosial terhadap anak dan istri buruh harus menjadi tuntutannya dari dasar negara kita. Inilah yang menjadi dasar dari negara kita.

Inilah dasar-dasar yang menjadi tujuan negara kita. Jikalau kita dapat berpegang kuat kepada dasar ini, maka kita akan dapat mencapai tujuan yang menjadi cita-cita kita; yaitu suatu Indonesia yang adil dan makmur, supaya rakyat dapat mengecap keadilan masyarakat dan kemakmuran di rohani dan jasmani.

*) Dikutip dari "Pancasila Harus Dipegang Teguh," pidato wakil presiden Dr. Mohammad Hatta pada rapat terbatas di Pematang Siantar, 22 November 1950.

Sumber artikel : http://www.pdiperjuangan-jatim.org

Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.

www.MestiMoco.com
Share:

Selasa, September 21, 2010

Suara TerBANYAK ???

MestiMoco.com - Partai Demokrasi Indonesia mewacanakan untuk menghapus sistem suara terbanyak dan kembali ke sistem Pemilu 1999, Pada Pemilu 1999, pemilih memang hanya diminta mencoblos partai. Tak ada nama caleg di surat suara. Dengan demikian, caleg terpilih diputuskan oleh partai tertentu yang memenangkan kursi di suatu dapil. Model tersebut dikenal dengan istilah sistem proporsional tertutup.

Di pagi ini Partai Demokrat telah berpikir jernih dengan menolak wacana tersebut dan banyak tanggapan dari partai yang lainnya

Pada tahun 2004 diperbaiki dengan sistem proporsional "semiterbuka". Jadi, selain memilih parpol, pemilih mencoblos caleg. dan pada tahun 2009 didandani ini i aturannya menjadi sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. Dalam prosesnya, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya menetapkan model penetapan calon terpilih berdasar suara terbanyak, hasil dari tuntutan saudara kita Muhammad Sholeh.

Bagi pimpinan partai, sistem proporsional dengan daftar calon tertutup memang pilihan yang paling enak dan bisa "dimainkan" untuk memenuhi kepentingan tertentu. Sementara azas partai menyatakan bahwa keputusan tertinggi di tangan anggota jadi kalaupun terjadi money politik mau dimodel apapun akan ada money politik karena ini masalah budaya masyarakat. Untuk mengakhiri budaya tersebut mestinya tanggungjawab partai membenahi sistem rekruitmen dan tidak perlu ada kekhawatiran dari Arif Wibowo, calon dengan dana sebesar apapun apabila tidak bermanfaat bagi pemilih akan ditolak.

Kembalinya sistem ini hanyalah pendapat mereka yang memiliki kekawatiran kalah di tahun 2014, dan bagi mereka yang nunut mulyo marang partai, jika meyakini bahwa partai adalah sarana perjuangan aka kekawatiran kalah akan dijawab dengan kinerja

Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini.Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.

www.MestiMoco.com
Share:

Senin, September 20, 2010

Usul Hapus Sistem Suara Terbanyak

MestiMoco.com - Sistem pemilihan dengan suara terbanyak baru berjalan pada Pemilu 2009 lalu. Namun, PDIP menilai sistem itu memiliki ekses negatif dalam kompetisi pemilu. Dalam rancangan revisi UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu Legislatif 2014, PDIP mengusulkan agar mekanisme suara terbanyak dihapus. Mereka ingin kembali ke pola lama, yakni sistem proporsional berdasar nomor urut.
Penentuan calon legislatif yang lolos murni ditentukan oleh parpol yang telah menetapkan pada daerah pemilihan
Hal ini terjadi karena adanya kekawatiran maraknya praktik politik uang yang faktanya terjadi pada Pemilu 2009 lalu. “Politik uang terjadi sangat masif,
Sebenarnya praktik politik uang juga akan tetap terjadi. Bedanya, gara-gara kualitas caleg yang bermasalah, politik uang di sistem suara terbanyak terjadi di masyarakat.sistem tertutup, politik uang itu akan terjadi di internal partai, hal ini sebanranya sudah menjadi rahasia umum bahwa pada saat inipun untuk menjadi ketua partai di tingkat bawah juga mulai terjadi pembelian suara dengan harapan bisa terpilih menjadi Ketua Partai yang ujung ujungnya nanti pada saat tahun 2014 dapat melakukan bargaining dengan bakal calon ataupun akan mencalonkan lagi ditingkat yang dianggapnya aman dan dapat dipilih kembali dengan menempatkan dirinya di urutan pertama.

Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini.Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.

www.MestiMoco.com
Share:

Kamis, September 16, 2010

'Otot' Partai Itu Berpulang

MestiMoco.com -KABAR duka datang dari keluarga besar satuan tugas (satgas) DPD PDI Perjuangan Jawa Timur. Yanto atau yang akrab disapa Pak Ulo, mengakhiri tugas hidupnya dan kembali ke pangkuan Tuhan pas di hari pertama Lebaran Idul Fitri Jumat (10/9) lalu. Pria sepuh itu meninggal dunia karena kanker paru yang diidapnya. Tumor ganas berrpusat di paru-parunya itu diketahui sudah sangat terlambat. Rekan-rekannya di DPD mengatakan, kanker yang diidapnya sudah pada stadium lanjut. "Saat kami antar ke RSUD DR Soetomo Surabaya beberapa waktu lalu, kankernya sudah stadium 4," kata Komandan Satgas DPD Jatim, Suyanto, Rabu (15/9).

Pak Ulo mengembuskan nafas terakhirnya di kediamannya, Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jumat (10/9). Di kota dingin itu pula ia dikebumikan. Sejumlah handai tolan dan anggota satgas DPD ikut mengantarnya ke kubur. "Kami melayat ke sana satu patroli (12 orang). Maklum, masih banyak yang mudik," kata Suyanto.

Di mata Suyanto sendiri, Pak Ulo adalah sosok yang penuh semangat. Di usia senjanya, Ia tetap lelaki yang penuh disiplin. Sejak dari zaman Pro Mega, hingga waktu belakangan ini sebelum ajal menjemputnya.

Pak Ulo, seperti halnya sejumlah anggota satgas lainnya, adalah rakyat biasa. Ia bukan siapa-siapa. Hanya seorang warga yang menceburkan diri dalam gerakan perlawanan rakyat kepada pemerintahan otoriter pada dekade 90-an. Ia menjadi salah satu dari sekian 'otot partai' dalam beberapa kali perlawanan fisik saat menghadapai tindak represif aparat pada saat itu.

Dewasa ini, ketika masa-masa tekanan fisik oleh negara telah berlalu, Pak Ulo termasuk para satgas pada umumnya, tidak saja melatih otot mereka dengan latihan-latihan fisik. Sedikitnya 55 anggota aktif satgas DPD Jatim membekali diri mereka dengan ilmu-ilmu strategi dan taktik politik.

"Setiap minggu kami masih rutin melakukan pertemuan untuk berdiskusi. Banyak hal yang kami diskusikan. Mulai dari situasi politik hingga penataan kepribadian dan tingkah laku anggota," ungkap Suyanto.

Apa yang diungkapkan Suyanto kiranya benar adanya. Buktinya, dalam pilkada Surabaya beberapa saat lalu, seluruh anggota satgas terlibat dalam kerja-kerja penggalangan dukungan, termasuk almarhum.

Malah, Pak Ulo, pada pilkada Kabupaten Malang ikut menggalang dukungan untuk memenangkan calon dari PDI Perjuangan. Ia pun kerap bolak-balik dari Surabaya ke Malang untuk kerja-kerja pemenangan pasangan yang didukung partai.

"Karena rumah saya di sana (Malang), Saya merasa berkewajiban untuk ikut memenangkan calon dari PDI Perjuangan. Meski yang Saya lakukan tanpa kordinasi langsung dengan DPC Kabupaten Malang," ungkapnya suatu ketika.

Di lain kesempatan, dalam perbincangan dengan www.pdiperjuangan-jatim.org di sebuah warung di sekitar Sekretariat DPD Jatim, Pak Ulo 'menyalak' ketika mendengar kabar kasus pembubaran acara sosialisasi kesehatan gratis yang kuat dugaan dilakukan FPI. Acara yang dilangsungkan 24 Juni lalu itu diikuti dua anggota Komisi IX dari Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Ribka Tjibtaning dan Rieke Dyah Pitaloka.

"Ini penghinaan kepada wakil rakyat dan partai. Kami menunggu instruksi untuk diberangkatkan ke Banyuwangi. Mereka (diduga FPI) sudah membangunkan macan tidur (satgas)," kata Pak Ulo begitu mendengar kabar itu.

Semangat seperti dimiliki Pak Ulo, mewakili semangat Satgas DPD PDI Perjuangan Jatim lainnya. Mereka yang 'terlahir' sebagai otot partai akibat represifitas pemerintahan orba kala itu, kini beradaptasi dengan zaman. Mendikusikan strategi dan taktik politik kini juga menjadi keseharian satgas. Meski begitu, otot itu tak betul-betul dipupus. Sebab, penginjakan harga diri partai masih kerap terjadi tanpa kejelasan hukum dari pihak berwajib. (her)

http://www.pdiperjuangan-jatim.org/v03/index.php?mod=berita&id=3621
Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini.Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.

www.MestiMoco.com
Share:

Mobil Ketua Dewan Digadaikan

MestiMoco.com - KEPANJEN - Mantan Ketua DPRD Kabupaten Malang Suhadi diduga menggadaikan mobil dinas yang sempat dia pakai selama menjabat dalam kurun waktu 2004-2009.
Mobil Toyota Altis keluaran 2004 itu, seharusnya dipakai Ketua DPRD periode 2009-2014, Hari Sasongko. Tapi kenyataannya, sampai hampir setahun menjabat, Hari justru tidak pernah memakai mobil tersebut.
Sumber Malang Post menyebutkan, mobil itu oleh Suhadi digadaikan kepada Surachman, warga Perum Sawojajar. Hanya saja, sampai saat ini, keberadaan Surachman belum terdeteksi. Hanya saja, ketika dikonfirmasi kepada Hari Sasongko, pihaknya membenarkan jika belum menggunakan mobil dinas itu hingga saat ini. Beberapa hari setelah dilantik, kata Sasongko, dia sudah mengembalikan ke Suhadi karena dipinjam. Praktis, dia hanya memakai untuk beberapa hari saja.
’’Saat itu Suhadi secara lisan meminjam mobil itu, sampai sekarang belum dikembalikan. Masalah ini tidak pernah dibicarakan di internal Partai PDI Perjuangan,’’ tegasnya.
Disinggung seputar berita mobil dinas itu digadaikan, Sasongko meminta agar dikonfirmasikan langsung kepada Suhadi. Apalagi Sekwan, kata Sasongko, sudah menerima surat penarikan mobil dinas itu dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Malang. ’’Informasinya Sekwan sudah menerima surat penarikan itu, sebaiknya ditanyakan langsung saja,’’ katanya.
Dimasa periode DPRD masa bakti 2004-2009, ketika itu Suhadi (PDI-P) menjabat sebagai Ketua Dewan. Sedangkan wakil Ketua Dewan dijabat Purnomo Anwar (Golkar) dan Sanusi (PKB). Mereka masing-masing mendapatkan Toyota Fortuner keluaran 2008, Toyota Altis keluaran 2005, dan Kijang LGX keluaran 2001.
Nah, Mobil Fortuner milik Suhadi sudah dipakai oleh Ketua DPRD yang baru Hari Sasongko. Sedangkan pimpinan DPRD yang lain juga sudah mengembalikan Fortuner serta Toyota Altis mereka.
Terpisah, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten Malang Willem P. Salamena pernah menyampaikan masalah ini kepada Malang Post.
Willem mengaku saat ini pihaknya tengah menyelidiki masalah tersebut. Yang jelas DPPKA sudah melayangkan surat pengembalian Mobdin itu kepada Sekretaris Dewan Kabupaten Malang.
’’Saya baru mendapatkan informasi ini (mobil dinas digadaikan, Red.). Kami segera melayangkan surat ke DPRD Kabupaten Malang untuk meminta keterangan mengenai kondisi aset daerah yang dimaksud,’’ terang Willem.
Menurut Willem, bila informasi itu memang benar maka pihaknya akan meminta agar Altis itu dikembalikan. Namun bila Suhadi ternyata tidak bisa mengembalikan, maka DPPKA akan bersikap tegas. ‘’Kita bisa melakukan upaya paksa untuk menarik mobil itu,’’ katanya.
Peminjaman mobil dinas pada masa Kepemimpinan Suhadi saat itu memakai PP 24/2004 tentang Susunan dan Kedudukan DPRD, pimpinan dewan dijatah mendapatkan satu mobdin.
Dalam Pasal 17 ayat 1 sudah tersurat bahwa pimpinan dewan hanya diperbolehkan mendapatkan jatah satu mobdin. Penggunaan mobdin untuk pimpinan dewan ditanggung sepenuhnya oleh APBD.
Sayangnya, sampai tadi malam, Suhadi belum bisa dikonfirmasi. Dua nomor ponselnya sama sekali tidak diangkat. Termasuk ketika dihubungi via telepon rumah, juga tidak ada jawaban. (ary/avi)

Sumber berita : MalangPos Rabu, 15 September 2010 14:20
Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini.Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.

www.MestiMoco.com
Share:

Kantor DPC PDIP Malang Jatim Akan Disita Bank

MestiMoco.com -

PDF Cetak E-mail
Kantor_DPC_PDI_Perjuangan_Kab_MalangMalang, Seketariat kantor Dewan Pengurus Cabang-DPC PDI Perjuangan Kabupaten Malang, Jawa Timur, akan disita pihak Bank Artha Mandiri, karena dijadikan agunan pinjaman oleh anggota fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Malang, Sugianto.

Demikian diungkapkan Wakil Seketaris DPC PDI Perjuangan, Muarap, kepada RRI Malang. Menurut Muarap, pihak DPC membeli kantor dari Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan, Suhadi, beberapa waktu lalu, tetapi ternyata tanah dan bangunannya milik Sugianto.

Karena hanya dibayar sebesar Rp 100 juta oleh Suhadi, sertifikat kantor dijadikan agunan oleh Sugianto di Bank Artha Mandiri. Mengingat pinjaman belum juga diselesaikan, pihak bank berencana menyita kantor DPC tersebut.

Sementara, Kepala Seketariat DPC PDI Perjuangan, Sutrisno Dion, saat dikonfirmasi membenarkan rencana penyitaan gedung DPC itu. Dijelaskan, jatuh tempo pelunasan hutang tanggal 13 September lalu, bahkan pihak DPC telah mendapat peringatan rencana penyitaan tersebut, tetapi hingga kini eksekusi gedung belum dilakukan oleh pihak bank.

Namun demikian ia menghimbau kepada simpatisan PDI Perjuangan dan ranting serta Pengurus Anak Cabang-PAC agar tidak resah dengan rencana penyitaan gedung DPC itu, karena diyakini akan diselesaikan oleh pengurus DPC.

Dihubungi secara terpisah, Seketaris DPC PDI Perjuangan, Sugeng Pujianto, saat dikonfirmasi enggan memberikan komentar. Bahkan, hingga kini pengurus DPC belum membahas khusus rencana penyitaan itu.

Sumber berita : RRIPro3

Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini.Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.

www.MestiMoco.com
Share:

Kamis, September 09, 2010

Inilah Kritik kepada Presiden Itu...

MestiMoco.com -
Catatan Redaksi:
Tulisan yang dimuat di halaman Opini Harian Kompas ini menjadi perbincangan ramai di Twitter dan media lain. Karena itu, Redaksi Kompas.com mengangkat kembali tulisan ini.
Pemimpin, Keberanian, dan Perubahan
Oleh: Adjie Suradji
Terdapat dua jenis pemimpin cerdas, yaitu pemimpin cerdas saja dan pemimpin cerdas yang bisa membawa perubahan.
Untuk menciptakan perubahan (dalam arti positif), tidak diperlukan pemimpin sangat cerdas sebab kadang kala kecerdasan justru dapat menghambat keberanian. Keberanian jadi satu faktor penting dalam kepemimpinan berkarakter, termasuk keberanian mengambil keputusan dan menghadapi risiko. Kepemimpinan berkarakter risk taker bertentangan dengan ciri-ciri kepemimpinan populis. Pemimpin populis tidak berani mengambil risiko, bekerja menggunakan uang, kekuasaan, dan politik populis atau pencitraan lain.
Indonesia sudah memiliki lima mantan presiden dan tiap presiden menghasilkan perubahannya sendiri-sendiri. Soekarno membawa perubahan besar bagi bangsa ini. Disusul Soeharto, Habibie, Gus Dur, dan Megawati.
Soekarno barangkali telah dilupakan orang, tetapi tidak dengan sebutan Proklamator. Soeharto dengan Bapak Pembangunan dan perbaikan kehidupan sosial ekonomi rakyat. Habibie dengan teknologinya. Gus Dur dengan pluralisme dan egaliterismenya. Megawati sebagai peletak dasar demokrasi, ratu demokrasi, karena dari lima mantan RI-1, ia yang mengakhiri masa jabatan tanpa kekisruhan. Yang lain, betapapun besar jasanya bagi bangsa dan negara, ada saja yang membuat mereka lengser secara tidak elegan.
Sayang, hingga presiden keenam (SBY), ada hal buruk yang tampaknya belum berubah, yaitu perilaku korup para elite negeri ini. Akankah korupsi jadi warisan abadi? Saatnya SBY menjawab. Slogan yang diusung dalam kampanye politik, isu ”Bersama Kita Bisa” (2004) dan ”Lanjutkan” (2009), seharusnya bisa diimplementasikan secara proporsional.
Artinya, apabila pemerintahan SBY berniat memberantas korupsi, seharusnya fiat justitia pereat mundus—hendaklah hukum ditegakkan—walaupun dunia harus binasa (Ferdinand I, 1503-1564). Bukan cukup memperkuat hukum (KPK, MK, Pengadilan Tipikor, KY, hingga Satgas Pemberantasan Mafia), korupsi pun hilang. Tepatnya, seolah-olah hilang. Realitasnya, hukum dengan segala perkuatannya di negara yang disebut Indonesia ini hanya mampu membuat berbagai ketentuan hukum, tetapi tak mampu menegakkan.
Quid leges sine moribus (Roma)—apa artinya hukum jika tak disertai moralitas? Apa artinya hukum dengan sedemikian banyak perkuatannya jika moral pejabatnya rendah, berakhlak buruk, dan bermental pencuri, pembohong, dan pemalas?
Keberanian
Meminjam teori Bill Newman tentang elemen penting kepemimpinan, yang membedakan seorang pemimpin sejati dengan seorang manajer biasa adalah keberanian (The 10 Law of Leadership). Keberanian harus didasarkan pada pandangan yang diyakini benar tanpa keraguan dan bersedia menerima risiko apa pun. Seorang pemimpin tanpa keberanian bukan pemimpin sejati. Keberanian dapat timbul dari komitmen visi dan bersandar penuh pada keyakinan atas kebenaran yang diperjuangkan.
Keberanian muncul dari kepribadian kuat, sementara keraguan datang dari kepribadian yang goyah. Kalau keberanian lebih mempertimbangkan aspek kepentingan keselamatan di luar diri pemimpin—kepentingan rakyat—keraguan lebih mementingkan aspek keselamatan diri pemimpin itu sendiri.
Korelasinya dengan keberanian memberantas korupsi, SBY yang dipilih lebih dari 60 persen rakyat kenyataannya masih memimpin seperti sebagaimana para pemimpin yang dulu pernah memimpinnya.
Memang, secara alamiah, individu atau organisasi umumnya akan bersikap konservatif atau tak ingin berubah ketika sedang berada di posisi puncak dan situasi menyenangkan. Namun, dalam konteks korupsi yang kian menggurita, tersisa pertanyaan, apakah SBY hingga 2014 mampu membawa negeri ini betul-betul terbebas dari korupsi?
Pertanyaan lebih substansial: apakah SBY tetap pada komitmen perubahan? Atau justru ide perubahan yang dicanangkan (2004) hanya tinggal slogan kampanye karena ketidaksiapan menerima risiko-risiko perubahan? Terakhir, apakah SBY dapat dipandang sebagai pemimpin yang memiliki tipe kepemimpinan konsisten dalam pengertian teguh dengan karakter dirinya, berani mengambil keputusan berisiko, atau justru menjalankan kepemimpinan populis dengan segala pencitraannya?
Indonesia perlu pemimpin visioner. Pemimpin dengan impian besar, berani membayar harga, dan efektif, dengan birokrasi yang lentur. Tidak ada pemimpin tanpa visi dan tidak ada visi tanpa kesadaran akan perubahan. Perubahan adalah hal tak terelakkan. Sebab, setiap individu, organisasi, dan bangsa yang tumbuh akan selalu ditandai oleh perubahan- perubahan signifikan. Di dunia ini telah lahir beberapa pemimpin negara yang berkarakter dan membawa perubahan bagi negerinya, berani mengambil keputusan berisiko demi menyejahterakan rakyatnya. Mereka adalah Presiden Evo Morales (Bolivia), Ahmadinejad (Iran), dan Hugo Chavez (Venezuela).
Indonesia harus bisa lebih baik. Oleh karena itu, semoga di sisa waktu kepemimpinannya—dengan jargon reformasi gelombang kedua—SBY bisa memberikan iluminasi (pencerahan), artinya pencanangan pemberantasan korupsi bukan sekadar retorika politik untuk menjaga komitmen dalam membangun citranya. Kita berharap, kasus BLBI, Lapindo, Bank Century, dan perilaku penyelenggara negara yang suka mencuri, berbohong, dan malas tidak akan menjadi warisan abadi negeri ini. Sekali lagi, seluruh rakyat Indonesia tetap berharap agar Presiden SBY bisa membawa perubahan signifikan bagi negeri ini.
Adjie Suradji, Anggota TNI AU
SUMBER KOMPAS.com
Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini.Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.

www.MestiMoco.com
Share:

Arsip Blog