Senin, Agustus 20, 2012

Anggota DPRD Jawa Timur

PDIP.kabmalang.com -
ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PROVINSI JAWA TIMUR
DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009
PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN
No
Dapil
Foto
Nama Anggota Legislatif
L/P
TEMPAT TINGGAL
1
JATIM I
Kota Surabaya
Kab. Sidoarjo
KUSNADI, SH., M.Hum
L
KAB. SIDOARJO
2
H. SALEH ISMAIL MUKADAR, SH
L
KOTA SURABAYA
3
JATIM II
Kota Pasuruan
Kab. Pasuruan
Kota Probolinggo
Kab. Probolinggo
Hj. LULUK MAULUDIYAH, SE
P
KOTA PASURUAN
4
JATIM III
Kab. Banyuwangi
Kab. Situbondo
Kab. Bondowoso
SUMRAMBAH
L
KAB. JOMBANG
5
JATIM IV
Kab. Jember
Kab. Lumajang
SUGIONO, SH., M.Si
L
KAB. BONDOWOSO
6
UMAR BASHOR, SE
L
KAB. LUMAJANG
7
JATIM V
Kota Malang
Kab. Malang
Kota Batu
Dra. SUMIATI, MM
P
KAB. GRESIK
8
Ir. SUTIYO
L
KOTA BATU
9
JATIM VI
Kota Blitar
Kab. Blitar
Kota Kediri
Kab. Kediri
Kab. Tulungagung
BAMBANG SUHARTONO
L
KAB. GRESIK
10
SYAHRI MULYO, SE
L
KAB. TULUNGAGUNG
11
SUHARTI, S.Psi, MM
P
KAB. KEDIRI
12
JATIM VII
Kab. Trenggalek
Kab. Ponorogo
Kab. Magetan
Kab. Ngawi
Kab. Pacitan
Drs. SIRMADJI Tj., M.Pd
L
KOTA MALANG
13
BAMBANG JUWONO, SH, M.Hum
L
KOTA SURABAYA
14
JATIM VIII
Kota Madiun
Kab. Madiun
Kota Mojokerto
Kab. Mojokerto
Kab. Jombang
Kab. Nganjuk
BAMBANG HARIANTO, SE
L
KOTA KEDIRI
15
H. MOCH. SOCHIB
L
KOTA MOJOKERTO
16
JATIM IX
Kab. Bojonegoro
Kab. Tuban
Drs. ALI MUDJI, MS
L
KOTA SURABAYA
17
JATIM X
Kab. Gresik
Kab. Lamongan
Ir. SUHANDOYO SP
L
KAB. LAMONGAN
  JATIM XI
Kab. Bangkalan
Kab. Pamekasan
Kab. Sumenep
Kab. Sampang

Tidak Ada
Tidak Ada
 
Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.

www.MestiMoco.com
Share:

Jumat, Agustus 17, 2012

Mega Risih Isu SARA

PDIP.kabmalang.com - Berhembusnya isu yang diduga menyinggung soal suku, agama, rasa dan antar golongan (SARA) yang dialamatkan pada pasangan cagub-cawagub DKI Jakarta Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok), membuat Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarno Putri merasa risih. Dalam pandangannya, isu tersebut tidak mengandung pembelajaran dan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat.
"Dalam hal-hal seperti ini (isu SARA), menurut saya sangat tidak etis. Seharusnya, pembelajaran politik itu dijalankan secara benar," ujar Mega saat menggelar konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jl Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (17/8).
Mega menegaskan, seluruh kader partai berlambang banteng tidak pernah diajarkan model kampanye gelap dengan mengedepankan isu SARA.
"Saya sebagai ketua umum tidak pernah mengajari kader yang mencalonkan diri dalam Pilkada untuk membuat kampanye gelap," kata dia.
Dalam iklim demokrasi, seharusnya memberikan kebebasan setiap orang menentukan pilihan. Kebebasan memilih juga tidak bisa dilakukan tanpa bertanggungjawab.
"Sah-sah saja siapa memilih siapa. Tetapi, pembelajaran politik yang baik harus diutamakan," tegas Mega.
Sebelumnya, pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung PDI-P dan Gerindra, Jokowi-Ahok, diterpa isu yang diduga berbau SARA yang dihembuskan oleh raja dangdut H. Rhoma Irama sebelum akhirnya pihak Panwaslu menyatakan tidak ada unsur SARA dari ceramah Rhoma.
[oer]

Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.

www.MestiMoco.com
Share:

Rabu, Agustus 15, 2012

Rakor dan Bukber 2012


PDIP.kabmalang.com - Rabu, 15 Agustus 2012, bertempat di RM Bojana Puri, DPC bersama PAC se Kabupaten Malang mengadakan kegiatan koordinasi.
Acara yang dimulai pada pukul 16.00 ini diadakan dalam rangka koordinasi DPC dengan PAC yang ada.
Ketua DPC Hari Sasongko dalam sambutannya menyampaikan berbagai perkembangan politik baik nasional maupun regionla, khususnya Malang Raya, Hari mengatakan kader-kader PDI Perjuangan diharapkan dapat bersatu padu sehingga berbagai permasalahan di Kota Batu dn Kota malang dapat menjadikan PDI Perjuangan mampu memenangkan calon-calon yang diusung. Tidak lupa Ketua DPC juga menyampaikan batas akhir penjaringan bakal calon adan berbagai instruksi dari DPP
Ditegaslan pula PDI Perjuangan dapat melaksanakan berbagai keputusan DPP di daerah masing-masing
Acara diakhiri dengan doa bersama dan selanjutnya diadakan acara berbuka bersama

Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.

www.MestiMoco.com
Share:

Senin, Agustus 13, 2012

Pemimpin itu Harus Ngayomi, Ngayemi, Ngayani

PDIP.kabmalang.com - Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Politik  Hubungan Antar Lembaga, Puan Maharani mengingatkan kader PDI Perjuangan Jawa Tengah pada sebuah falsafah Jawa, yaitu seorang pemimpin harus bisa “Ngayomi, Ngayemi, Ngayani”. Pernyataan Ini disampaikannya saat membuka saat Rapat Koordinasi Bidang Politik & Hubungan Antar Lembaga DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah di Semarang pada tanggal 5 Agustus 2012 lalu.

“Pemimpin haruslah bisa mengayomi rakyat dan partai politik pengusung. Jangan sampai partai politik hanya menjadi kendaraan belaka. Hal ini berarti harus ada koordinasi dan silaturahmi yang bagus antara pemimpin dengan rakyat dan partai politik”, tukas Puan.

Falsafah kepemimpinan Jawa tersebut disampaikan saat dia membuka acara Rapat Koordinasi Bidang (Rakorbid) Politik & Hubungan Antar Lembaga. Hadir pula di Rakorbid tersebut perwakilan DPC se Jawa Tengah, kepala daerah Jawa Tengah yang diusung PDI Perjuangan dan para anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI serta DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/ Kota.

“Ngayemi itu persoalan hati. Bagaimana seorang pemimpin mampu membuat rakyatnya merasa tenang hatinya, tidak khawatir dalam menjalani kehidupan sehari-hari”.

Di kesempatan yang sama Bidang Politik & Hubungan Antar Lembaga memaparkan kondisi politik nasional Indonesia saat ini kepada tiga pilar PDI Perjuangan di Jawa Tengah dan apa yang harus dipersiapkan untuk mencapai kemenangan PDI Perjuangan di tingkat Pemilukada dan Pileg serta Pilpres.

“Terakhir itu pemimpin harus ngayani, ini terkait konsep Trisakti Bung Karno yaitu berdikari secara ekonomi. Ketiganya saling berkaitan dan harus dipahami oleh seorang pemimpin”.

Sumber : http://www.pdiperjuangan.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=930:pemimpin-itu-harus-ngayomi-ngayemi-ngayani&catid=44:ragam&Itemid=127

Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.

www.MestiMoco.com
Share:

Jumat, Agustus 10, 2012

Demo KPU Batu

PDIP.kabmalang.com - Kota Batu - Sekitar 100an orang pendukung Edyy Rumpoko Bakal Calon Walikota Batu 2012 2017 yang diusung oleh PDI Perjuangan , Kamis, 9 Agustus 2012, berunjuk rasa di depan kantor Komisi Pemilihan Umum Kota Batu. Massa  Aliansi Partai Politik dan Masyarakat Kota Batu Pendukung Pilkada Anti-Politisasi (APARMAS-ANPOL) mengajukan tuntutan Ketua KPU Kota Batu Bagyo Prasasti mundur dari jabatannya.

Simon Purwo Ali juru bicara PDI Perjuangan, mengatakan "Ketua KPU telah menyalahgunaan kewenangan,". Aksi massa ini merupakan reaksi atas keputusan rapat pleno KPU Kota Batu yang menyatakan Eddy Rumpoko tak lolos verifikasi akibat terganjal keabsahan ijazah.

Dalam orasinya, mereka menuntut Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk ikut turun tangan. "Ada upaya politik yang sistemik mengganjal Eddy Rumpoko," ujar Simon.

PDI Perjuangan bersama 10 partai politik yang mengusung Eddy Rumpoko, yang berpasangan dengan Punjul Santoso mengirim surat protes serta menuntut KPU Kota Batu segera memberikan jawaban.

Massa APARMAS-ANPOL mengancam akan menduduki kantor KPU Kota Batu serta mengerahkan massa dalam jumlah yang lebih besar.

Massa tak bisa masuk ke kantor KPU karena ketatnya penjagaan yang dilakukan ratusan polisi di depan kantor KPU. Sehingga mereka menggelar spanduk dan poster yang berisi protes serta kecaman atas keputusan KPU Kota Batu.

Pada saat itu unjuk rasa digelar, di dalam kantor KPU Kota Batu ada tiga orang komisioner, yakni Rochani, Supri"Setelah memenuhi kuorum, segera kami kirim surat jawaban," ujarnya.yanto, dan Ashar Chilmi. Mereka menemui massa pengunjuk rasa. Supriyanto menyatakan tidak bisa langsung memberikan surat jawaban seperti yang dituntut massa karena jumlah komisioner tak memenuhi kuorum.

Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.

www.MestiMoco.com
Share:

Rabu, Agustus 01, 2012

Saat ini Suara Rakyat, Suara Siapa?

PDIP.kabmalang.com -
Oleh Masdar Farid Mas'udi

RAKYAT! Alangkah saktinya kata-kata ini. Semua bangsa beradab menyebut dengan khusyuk kata-kata itu dalam konstitusi negara mereka.Suara rakyat adalah suara Tuhan. Fox populi fox dei, demikian keyakinan manusia pada abad modern dewasa ini. Jika suara Tuhan adalah suara kebenaran, suara rakyat adalah kebenaran itu sendiri.

Dalam Si Shu, kitab suci Konghucu, dikatakan: "Tuhan mendengar seperti rakyat mendengar, Tuhan melihat seperti rakyat melihat". Artinya, telinga dan mata rakyat adalah telinga dan mata Tuhan. Iman kepada Tuhan berarti iman kepada rakyat; mengabdi kepada Tuhan pun hanya bisa dimengerti dalam pengabdian kepada rakyat.

Kita bangsa Indonesia menganut akidah yang sama, "akidah kerakyatan". Dalam teks konstitusi kita, secara harfiah kata-kata "rakyat" adalah yang terbanyak disebut. Tidak kurang dari 200 kali, paling banyak dibandingkan semua kata kunci yang lainnya.

Pancasila kita juga menempatkan "rakyat" sangat istimewa. Dengan menyebutnya di sila keempat ("Kerakyatan yang dipimpin...") dan sila kelima ("Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"), berarti rakyatlah sangkan paran atau alfa-omega hidup kebernegaraan kita.

Rakyat yang dipalsukan

Namun, siapakah sesungguhnya sang "rakyat" yang punya kedudukan begitu tinggi dalam hampir semua konsep ideologi dan sistem kenegaraan di muka bumi ini, juga di negeri kita, Indonesia? Siapakah gerangan "rakyat" itu? Di mana tempat tinggal dan apa kerjanya sehingga ia layak menjadi sasaran seluruh jihad kenegaraan dan pemerintahan bangsa Indonesia?

Apakah rakyat itu termasuk saudara sebangsa dari kalangan yang tunawisma, tunakerja, dan kaum miskin papa yang tinggal di kolong-kolong jembatan, di kampung-kampung kumuh; yang tidur di bedeng atau gubuk-gubuk kardus di pinggir rel, yang setiap saat boleh "ditertibkan" dengan kasar oleh aparat berseragam dengan menggunakan pentungan?

Kalau iya, kenapa mereka begitu jauh dari kepedulian negara kita? Bahkan, tak jarang (aparat) negara memperlakukan mereka layaknya sampah yang hanya pantas untuk disingkirkan, dilempar jauh ke pinggiran.

Seperti mata uang dan semua yang berharga dan istimewa selalu rentan dipalsukan dan dimanipulasi oleh tangan-tangan jahil, juga rakyat yang begitu berharga dan begitu istimewa. Begitu banyak pihak--oknum ataupun lembaga--yang menyebut diri dengan label rakyat, mengaku mewakili rakyat, melayani rakyat, melindungi rakyat, dan berjuang untuk kesejahteraan rakyat. Namun, kenyataannya?

Ada yang bertanya: bagaimana hukumnya orang yang mencari nafkah untuk diri dan keluarganya, mendapatkan kekayaan dan fasilitas mewah dengan atas nama rakyat, padahal kenyataannya tidak demikian? Label rakyat di situ hanya dipalsukan!

Maka, kita pun melihat dan merasakan paradoks di negeri ini, antara yang diikrarkan dan dibuktikan. Negara berjanji untuk hadir dan bekerja bagi keadilan (sila kelima) dan sebesar-besar kemakmuran rakyat (UUD Pasal 33 Ayat 3). Namun, sejauh ini yang dimakmurkan, dari waktu ke waktu, adalah para pejabat dan kroninya. Lebih-lebih pada era reformasi dewasa ini. Sementara yang namanya rakyat selalu dibelakangkan. Hanya kebagian sisa. Itu pun kalau masih ada.

Perlukah kita kembali bicara tentang sesuatu yang begitu sederhana, yang kita asumsikan semua kita sudah memahaminya, yakni: siapa sesungguhnya "rakyat" itu. Apa beda dengan pejabat? Atau pejabat yang terhormat itulah rakyat yang sebenar-benarnya?

Siapa rakyat itu?

Rakyat berasal dari bahasa Arab, raiyat, artinya gembala. Di seberang raiyat (rakyat) ada ra'iy, alias si penggembala, pamong (Jawa) atau dalam konteks perbincangan kita adalah pejabat.

Filosofi hubungan gembala- penggembala bukan untuk merendahkan yang satu dan meninggikan yang lain, tetapi untuk menegaskan tanggung jawab yang satu (penggembala/pejabat) terhadap yang lain (gembala/rakyat). Maka, penggembala yang baik bukan yang mendominasi, melainkan yang selalu siap melayani, melindungi, dan mengutamakan kepentingan gembalanya. Jika perlu dengan mengorbankan kepentingannya sendiri.

Penggembala tidak identik dengan pemilik gembala; pejabat bukan tuan yang boleh bertindak dan memperlakukan rakyat sesuka hatinya. Sang pemilik rakyat sebagai gembala tidak lain adalah Allah, Tuhan Sang Maha Pencipta. Pejabat hanya Amil, alias aparat Allah yang dipikuli amanat untuk melindungi dan memberdayakan rakyat gembalanya.

Sebagai Amil, mereka berhak dapat gaji, sebagai upah atas kerja mereka melayani rakyat, maksimal 1/8 (12,5 persen) dari seluruh anggaran negara yang dipungut dari sedekah-pajak rakyatnya. Lebih dari itu, apalagi sampai 60 persen dari APBN, jelas tak halal dan merupakan kezaliman.

Rakyat tidak identik dengan warga atau penduduk. Tidak ada kartu tanda rakyat (KTR); yang ada kartu tanda penduduk (KTP/paspor), termasuk di dalamnya para pejabat. Warga atau penduduk secara apriori tidak mengenal hierarki, berbeda dengan rakyat vis a vis pejabat.

Secara formal, posisi pejabat ada di atas rakyat, tetapi secara moral rakyat ada di atas pejabat. Rakyat, seperti disebut berkali- kali dalam konstitusi, adalah sumber moralitas dan muara seluruh kerja negara yang dijalankan oleh dan jadi tanggung jawab pejabat negara dan aparatnya.

Prioritaskan yang lemah

Namun, rakyat (terpisah dari pejabat) begitu banyak jumlahnya. Di negeri kita bisa 200-an juta jiwa. Pertanyaannya, mana yang mesti diutamakan saat sumber daya--terutama anggaran-- negara terbatas? Jawabannya: mulailah dari lapisan rakyat yang paling rakyat, yang ada di lapis paling bawah. Agama dan konstitusi, UUD 1945, menyebut mereka "kaum fakir-miskin" atau kaum dluafa wal mustadl'afien (lemah dan terlemahkan).

Tanpa sadar kita pun cenderung mengidentikkan rakyat dengan apa yang disebut wong cilik, yang lemah, tertinggal dan terpinggirkan; bukan para pejabat atau mereka yang digdaya dan kaya raya. Inilah yang terungkap dalam nomenklatur jujur kita ketika menyebut makanan rakyat, pasar rakyat, transportasi rakyat. Pasti yang dimaksud rakyat di sini bukan kaum gedongan yang di atas, melainkan mereka yang terdampar di lapis bawah. Rakyat jelata! Itulah yang harus jadi prioritas kerja negara.

Agama tidak membenci atau mengutuk orang kaya--bahkan sekaya-kayanya seperti Nabi Sulaiman--asal diraih dengan cara halal, bukan dengan manipulasi atau korupsi. Namun, negara pasti akan kehilangan keberkatan bila membiarkan rakyatnya yang miskin tenggelam dalam kemiskinan. Tidak peduli apakah itu negara sekuler atau negara agama.

Al Quran menegaskan: "Tahukah engkau si pendusta agama? Ialah yang menghardik anak yatim nan telantar dan tidak sungguh-sungguh dalam memecahkan derita kaum fakir-miskin".

Kiranya Tuhan segera menyadarkan bangsa kita, terutama para pemimpinnya. (*)

Masdar Farid Mas'udi Rois PBNU

Sumber: kompas

Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.

www.MestiMoco.com
Share:

Arsip Blog