Yeni Adien dot com } Badan Informasi Geospasial mencatat luas perairan negara kita mencapai 3,1 juta km per segi, sedangkan luas daratannya cuma 1,9 juta km per segi dengan 13.466 pulau yang sudah tercatat nama bakunya. Ini berarti Indonesia adalah negara air alias wilayahnya dikelilingi air.
Maka nampak visi pasangan capres Ganjar-Mahfud tentang negara maritim jadi masuk akal. Namun bila melihat Indonesia telah lebih dulu jadi negara agraris karena tanahnya yang subuh dan sekarang masuk ke negara industri, bagaimana realita mewujudkan negara maritim itu?
Negara Air
Maritim artinya berkenaan dengan laut atau berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Indonesia disebut sebagai negara maritim karena wilayah lautnya lebih luas dari daratan. Pun karena punya banyak pulau yang dikelilingi perairan, sumber daya laut yang melimpah, dan sebagian penduduknya menjadi nelayan.
Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dulu punya armada laut yang kuat untuk pertahanan dan perdagangan negara. Berdasarkan relief yang terpahat di Candi Borobudur terungkap kalau kapal laut orang Indonesia di abad ke-9 juga sudah berlayar ke Afrika dan Arab untuk berdagang.
Itu membuktikan jiwa maritim dan pelaut sudah ada dalam darah bangsa Indonesia sejak lama. Jadi visi Gerak Cepat Mewujudkan Negara Maritim yang Adil dan Lestari nampak sangat masuk akal. Apakah mewujudkan negara maritim cukup dengan membangun armada seperti Majapahit dan Sriwijaya?
Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir 2022 dari BPS menyebut kalau sampai sekarang mayoritas nelayan masih hidup di bawah garis kemiskinan karena keterbatasan pada akses pekerjaan yang layak, minimnya alat tangkap dan peralatan yang digunakan termasuk karena overfishing yang dilakukan kapal penangkap ikan modern bertonase besar.
Pekerja Air
Masih dari laporan BPS yang sama, jumlah Nelayan Perikanan Tangkap di Laut sampai 2022 ada 1,83 juta orang. Sedikit sekali jumlah nelayan atau mereka yang kerjanya berhubungan dengan laut mengingat perairan kita luasnya dua kali lipat dari daratannya.
Sementara itu daratan Indonesia yang sempit diolah-sampai Agustus 2022-oleh 38 juta petani. Jumlah itu bukan cuma petani, sebenarnya. Orang-orang yang bukan petani, tapi bekerja di sektor pertanian juga masuk kedalam 38 juta orang itu.
Meski perbandingan jumlah pekerja darat dan laut jomplang, nelayan dan petani mengalami masalah serupa. Faktor cuaca, modal besar, dan rantai distribusi yang tidak simpel membuat nelayan dan petani tidak bisa menjual langsung hasil tangkapan/panennya.
Jadi Ganjar-Mahfud punya tugas bukan cuma memberi aneka modal dan kemudahan kepada nelayan seperti pemerintahan yang sudah-sudah, tapi membenahi birokrasi dan memperpendek rantai distribusi. Membenahi birokrasi sudah ada di misi Gercep Nomor 7 yang bisa kita baca di visimisiganjarmahfud.id.
Siswa Air
Hampir semua orang Indonesia suka main air, tapi tidak bisa berenang. Idealnya orang yang tinggal di negara air bisa berenang setidaknya bisa ngambang dengan kepala diatas air. Apalagi 61 persen atau sekitar 161 juta penduduk Indonesia tinggal di pesisir.
Tapi kenapa penduduk negara air banyak yang tidak bisa berenang? Sebab Indonesia juga negara api.
Sebagian penduduknya tinggal di pegunungan karena Indonesia juga negara api yang punya 139 gunung berapi. Makanya World Atlas menjadikan Indonesia sebagai negara yang punya gunung berapi aktif terbanyak di dunia karena 69 dari gunung berapi itu aktif. Namun versi BNPB menyatakan Indonesia hanya punya 127 gunung berapi.
Tambahan lagi yang tinggal di pesisir juga cuma sedikit yang jadi nelayan atau bekerja di sektor kelautan. Itu sebabnya mereka tidak bisa berenang. Tiap ke laut mereka cuma duduk di pantai menikmati air kelapa muda sambil memandang ke horison memikirkan masa depan.
Jadi kalau ingin memajukan maritim, Ganjar-Mahfud bisa saja menjadikan renang sebagai ekstrakurikuler wajib seperti Pramuka. Faedahnya supaya siswa di negara air terbiasa dengan air dan suka laut tidak cuma main pasir di pantainya saja.
Sekolah-sekolah yang berada di pelosok gunung bisa belajar renang menggunakan sungai, mata air, atau danau dengan pengawasan ketat dari guru dan orang tua.
Dengan begitu mereka tidak saja belajar akademik dengan menguasai ilmu pengetahuan, melainkan juga memahami negaranya yang maritim dan bisa berkreasi dengan laut Indonesia.
Periode Puncak Bonus Demografi
Kalau kita baca di situs visimisiganjarmahfud.id semua yang dilakukan Ganjar-Mahfud serba gerak cepat (gercep). Masuk akal, sekali lagi, karena tahun 2030 negara kita berada dalam puncak periode bonus demografi dimana usia produktif lebih banyak dari usia tidak produktif (lansia dan anak-anak).
BPS mencatat persentase penduduk lansia di Indonesia tahun 2022 banyaknya 10,48%. Angka ini turun sebesar 0,34 poin dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 10,82%. Seiring dengan turunnya persentase lansia, rasio ketergantungan mereka pun berkurang menjadi 16,09 poin pada 2022.
Ini berarti tiap 100 penduduk usia produktif di Indonesia menanggung 16 penduduk lansia. Proyeksi bonus demografi ini dilakukan oleh BPS yang mana pada 2025 nanti jumlah usia produktif banyaknya 196,13 juta jiwa dari 284 juta total penduduk Indonesia.
Masa puncak bonus demografi ini paling krusial untuk membangun bangsa karena tidak semua negara mengalami bonus demografi. Negara yang dapat bonus demografi juga cuma mengalaminya sekali sepanjang sejarah negara itu berdiri. Jadi gerak cepat memang diperlukan untuk mengisi periode puncak bonus demografi yang berlangsung sampai 2045.
Doktor sosiologi Unpad Jannus TH Siahaan dalam kolomnya di kompas.com menyebut Brasil dan Afrika pernah mendapat bonus demografi, tapi gagal memanfaatkannya. Sumber daya negara mereka terkuras untuk BLT, bansos, dan subsidi pensiun disamping gagal menyediakan pendidikan berkualitas dan lapangan kerja dengan mendorong ekonomi kreatif
#OrangCerdasPilihYeni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar