Yeni Adien dot com } Apa itu Paradigma?
Thomas Khun mendefinisikan paradigma sebagai “keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai teknik, dan sebagainya yang sama-sama dimiliki oleh sebuah paguyuban tertentu.” (J. Bosch, 291)
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), terdapat 2 arti tentang paradigma : (1) model dalam teori pengetahuan, (2) kerangka berpikir.
Apa Pengertian Misiologi?
Istilah misiologia berasal dari bahasa Latin “misio” pengutusan atau perutusan. (Dr. Arie de Kuiper,9)
Misiologia berarti disiplin ilmu pengetahuan yang menjadikan peristiwa atau tindakan perutusan (misi) sebagai objek (pokok) penelitiannya.
Mengenal Abad Pertengahan
Awal abad pertengahan dimulai pada periode antara 600 - 1500 M. zaman itu dimulai dengan kepausan Gregorius Agung serta munculnya keberhasilan-keberhasilan awal Islam. (J Bosch,334). Abad pertengahan berakhir dengan direbutnya Kontanstinopel oleh orang-orang Islam (1453) dan pelayaran pencarian oleh orang-orang Portugis dan Spanyol. Akhir abad pertengahan juga menunjukkan suatu zaman ketika Eropa telah menjadi Kristen. (J. Bosch, 334)
Sekalipun demikian kita harus melihat sosok Agustinus dari Hippo yang dapat dikatakan sebagai pelopor abad pertengahan. Reaksi dan tanggapan beliau terhadap berbagai gejolak yang terjadi dalam dunia kekristenan abad pertengahan itu sangat mempengaruhi teologi pada abad itu.
Individualisasi Keselamatan
Agustinus menentang pendapat Pelagius yang menyatakan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mencapai segala hal yang baik melalui tindakan, perkataan, dan pengilhaman. Dengan kata lain, Pelagius tidak menganggap Kristus sebagai Juru Selamat yang mati untuk dosa-dosa manusia, tetapi sebagai guru dan model, dimana kita terpanggil untuk meneladaninya. (J. Bosch, 336).
Bagi Agustinus, pemahaman Pelagius adalah pemahaman yang salah. Agustinus menjadi teolog Kristen pertama yang serius memegang ajaran Paulus tentang pembenaran oleh iman. Menurut Agustinus, semua manusia dengan sendirinya adalah berdosa (konsep dosa asal). Sehingga sama sekali tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima anugerah Allah. Oleh karena itu, Kristus melalui kematian-Nya sebagai ganti manusia pada salib adalah pusat teologi Kristen. (J. Bosch, 337).
Eklesiastikalisasi Keselamatan
Kaum Donatis menekankan bahwa ketujuh dosa maut (penyembahan berhala, hujat, membunuh, zinah, hubungan di luar nikah, bersaksi palsu, dan menipu), tidak dapat diampuni. (J.Bosch, 339).
Sehubungan dengan hal itu, mereka memprotes kehadiran Filipus dalam proses penahbisan Caecilian sebagai uskup Karthago. Mereka yakin bahwa Filipus adalah seorang pengkhianat terhadap orang-orang Kristen ketika terjadi penganiayaan dimasa Diocletianus. Selain itu ajaran utama mereka adalah pemisahan yang mutlak antara gereja dan negara. (J. Bosch, 339).
Agustinus meresponi dengan gigih menentang kaum Donatis ini, dalam hal ini Agustinus tidak hendak menyatakan bahwa gereja dan para pemimpinnya bebas dari dosa, melainkan harus disadari bahwa di dalam gereja kita juga akan menemukan orang-orang yang masih berlumuran dosa. Oleh karena itu semua orang dalam gereja (termasuk orang-orang baik), adalah orang berdosa. (J. Bosch, 340).
Menurut si Agustinus, kaum Donatis merasa diri benar dan kudus sebenarnya lebih berdosa daripada orangorang berdosa lainnya. Ia menekankan bahwa kehadiran gereja bukanlah menjadi tempat perlindungan dari dunia yang telah rusak melainkan hadir demi dunia yang sedang kesakitan. (J. Bosch, 340)
Dampak dari pandangan Agustinus menimbulkan paradigma kekudusan melekat pada diri Gereja. Dua abad setelah Agustinus, Cyprianus mengatakan istilah yang kemudian menjadi dasar gereja Katolik abad pertengahan “extra ecclesian nulla salus” (tidak ada keselamatan di luar gereja Katolik). (J. Bosch, 340).
Ucapan Cyprianus dilupakan dan frasa itu diberlakukan secara universal kepada Gereja Katolik Roma dalam Bula Paus Unam Sanctam yang dikeluarkan Paus Bonifacius VIII dgn pernyataan penutup, “Kami menyatakan, mengumumkan, mendefinisikan, memberitakan, bahwa demi keselamatan setiap makhluk manusia, ia mutlak perlu menjadi warga dari uskup Roma.” (J. Bosch, 341)
Kemudian konsekuensi penting dalam eklesiastikalisasi teologi dan misi dalam diri Cyprianus, Agustinus adalah perubahan dasariah dalam pemahaman tentang baptisan. (J. Bosch,341-342).
Kesimpulan
Jadi, perjalanan misi pada abad pertengahan terdapat banyak gejolak yang terjadi, kemudian Agustinus memberi respon yang menimbulkan munculnya pandangan-pandangan tentang keselamatan. jadi pandangan-pandangan inilah menjadi model atau kerangka berpikir untuk teologi pada abad pertengahan dalam menyebarkan misi. Misi pada abad pertengahan secara tidak langsung disebarkan melalui baptisan yang dipaksakan. (J.bosch, 368).
Referensi Utama
J. Bosh, David. Transformasi Misi Kristen: Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan Berubah. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2020.
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Paradigma Misi Gereja Katolik Roma Abad Pertengahan - David J Bosch", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/christydarpermatabellaayunda5526/6556257d37cb2a555616db73/paradigma-misi-gereja-katolik-roma-abad-pertengahan-david-j-bosch?page=3&page_images=1
Kreator: Christydar Ayunda
Tulis Komen Anda
di bagian bawah 👇
#OrangCerdasPilihYeni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar